KAITAN EMOSI GURU
DAN MURID
Bagaimana
mengkaitkan emosi siswa dengan guru? Setelah sapaan "Selamat pagi
anak-anak?" pada pembelajaran hari pertama tahun pelajaran, masuki dunia
siswa dengan perkenalan yang bergairah dan penuh rasa empati. Selain nama siswa
dan guru, hobi, lagu favorit, grup band favorit sampai buku-buku favorit pun
dapat diapresiasikan.
Pada kesempatan
ini segenap jiwa dan raga guru sedapat mungkin posisikanlah sebagai seorang
teman bagi siswa. Pada proses pembelajaran sehari-hari, masuki dunia siswa
dengan mencoba membuka kegiatan pembelajaran dengan mengaitkan materi
pembelajaran, yang sudah ataupun yang akan dikaji, dengan pengalaman dan
kehidupannya (contextual learning). Hal demikian perlu dilakukan agar antara
guru dan siswa pada setiap tatap muka senantiasa terbentuk ikatan emosi.
Perlu kita sadari
bahwa ketika proses pembelajaran berlangsung seluruh aspek kejiwaan siswa dan
guru terlibat. Bukan hanya fisik pikiran, perasaan, pengalaman, bahasa tubuh,
dan emosipun terlibat. Ini menunjukkan bahwa pada setiap pembelajaran,
prosesnya tidak sesederhana yang kita bayangkan selama ini. Wajar saja bila
pada awal pembelajaran seorang guru memasuki ruang belajar dengan wajah yang
merengut atau suram, proses pembelajaran dapat diperkirakan berlangsung dalam
suasana yang menegangkan dan melelahkan.
Siswa tidak akan
berani bertanya apalagi mengemukakan suatu pendapat yang berbeda dengan sang
guru. Suasana demokrasi akan lenyap. Selama pembelajaran berlangsung jiwa siswa
berada dalam ketidaknyamanan. Pembelajaran tidak menghasilkan apa-apa bagi
siswa.
Sebaliknya, ketika
seorang guru memasuki ruang belajar dengan wajah ceria dan menampilkan seuntai
senyuman, suasana pembelajaran akan berbeda seratus delapan puluh derajat
dibanding dengan suasana pertama. Oleh guru yang kedua, rasa senang belajar
akan tumbuh dalam diri siswa. Kedekatan guru dengan siswa mulai terbangun dan
kaitan emosi terjalin.
Setelah kaitan
emosi terjalin, saatnya seorang guru mulai membawa siswa ke dunia guru. Apapun
materi yang disajikan (konsep, teori, topik, rumus, kosakata, dan lainnya) dan
dieksplorasi lebih mudah dipahami siswa. Otomatis pembelajaran melibatkan
seluruh aspek kejiwaan siswa dan guru. Bila ini terjadi semua materi yang
dipelajari akan dirasakan kebermaknaannya oleh siswa. Guru akan semakin
berkembang wawasan dan pengalamannya melalui proses tersebut.
Suasana
Jumlah siswa per
kelas idealnya sebanyak 30 siswa untuk ukuran Indonesia yang jumlah penduduknya
lebih melimpah dibanding dengan jumlah sekolah yang ada. Namun yang tidak kalah
pentingnya adalah diperlukan suasana kelas yang menyenangkan dan santai.
Menyenangkan berarti suasana kelas penuh diliputi dengan nuansa demokrasi.
Siswa bebas menyampaikan gagasan-gagasan dalam berpendapat.
Siswa tidak
diliputi rasa takut dalam menyampaikan pertanyaan. Demikian juga guru dalam
merespons pendapat siswa senantiasa menanggapi dengan gaya dan bahasa penuh
motivasi dan empati. Pun dalam menjawab pertanyaan dari siswa tidak langsung
men-judge salah atau benar. Libatkanlah siswa lainnya untuk berusaha menjawab
pertanyaan dari kawannya.
Suasana
pembelajaran yang santai dapat diciptakan bila guru menyadari bahwa
materi-materi pelajaran yang dipelajari akan melekat lebih lama dalam otak
siswa bila suasana tidak kaku dan tidak serba prosedural. Lagi pula agar materi
yang dikaji lebih bermakna bagi anak, rasanya dalam suasana santai akan lebih
terasa.
Dalam suasana
santai proses pengendapan berlangsung lebih lama karena materi yang diterima
akan bersentuhan dengan pengetahuan sehimpun yang berseliweran dalam otak
siswa. Juga proses mengeksplorasi materi pembelajaran menjadi lebih mendalam.
Dalam suasana demikian refleksi akan menjadi bagian terdalam pembelajaran.
Sampai siswa menjadi terbiasa berujar dalam benaknya, "aku ngerti
lho" atau "aku tahu maknanya" atau "wow aku bisa."
Pembelajaran dan
guru
Dengan terciptanya
kaitan emosi antara siswa dan siswa, guru dan siswa, hasil pembelajaran akan
lebih mendalam dan bermakna. Pembelajaran tidak sebatas pada belajar tentang
dan belajar tetapi juga bagaimana belajar menjadi (Harefa, 2004: 23). Belajar
tentang bahasa Indonesia, artinya siswa belajar tentang imbuhan, belajar
tentang susunan kalimat. Sedangkan belajar bahasa Indonesia, berarti siswa
melakukan dan berlatih menulis, mengarang, berpidato, presentasi, berdebat, dan
sebagainya.
Keterlibatan emosi
lebih nyata dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran yang melibatkan
inner-self manusia sampai ketahapan belajar menjadi. Misalnya pada mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Sosiologi, Antropologi, Sejarah, dan
Pendidikan Agama, siswa memaknai konsep-konsep bagaimana seharusnya menjadi
seorang manusia yang hidup di lingkungan sosialnya sesuai dengan hasil belajar
dan pemahaman di kelas. Di sini siswa mulai belajar menjadi. Belajar menjadi
manusia yang sopan, santun, beradab, menghargai perbedaan, bekerjasama,
berinteraksi, jujur, dan memiliki kaitan emosi.
Bila dalam
pembelajaran guru melangkah sampai ke tahap belajar menjadi, siswa akan
terbiasa untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan sekolah. Saat
menghadapi tes, siswa tidak akan menggunakan metode SKS (sistem kebut semalam)
lagi karena dalam dirinya sudah tertanam kemampuan memotivasi diri, independen
dan percaya diri. Siswa akan terbiasa seimbang dalam berpikir kreatif,
analisis, dan praktis.
Selain
mengembangkan kebiasaan bersosialisasi dalam membentuk komunitas belajar, guru
juga diharapkan mengajar penuh dengan kreativitas, inovasi, dan mampu
mengakomodasi berbagai gaya belajar siswa untuk menciptakan kondisi belajar
yang menyenangkan dan santai. Guru mampu memahami dan menerapkan berbagai
metode atau model mengajar yang variatif. Semisal CTL (Contextual Teaching and
Learning), Cooperative Learning, Jigsaw, inovasi-inovasi pembelajaran dalam
Quantum Learning, Quantum Teaching, Accelarated Learning dan lain-lain.
Dengan
mengkreasikan dan mengimplementasikan model atau metode tersebut
jalinan-jalinan emosi positif yang dilalui dalam pembelajaran akan saling
bersinergi dengan pengalaman-pengalaman emosi yang sudah tertanam dalam diri
siswa. Ini yang mengakibatkan mulai terbentuknya rasa senang dalam belajar.
Yang paling penting, akibat lebih jauh dari kebiasaan ini adalah terciptanya
keseimbangan antara perasaan dan pikiran.***
makasi inspirasinya, saya besok mau ngisi IHT teman-teman qta yang produktif...jika ada waktu hari sabtu 28 juli jam 9-15 bisa rawuh memotivasi teman-teman qta yaaa....nuwun...
BalasHapusTerimaksih bu, IHT kemarin banyak memberi wawasan baru.
BalasHapus