Ada Apa dengan Pendidikan Sekolah-sekolah di Asia? "sebuah renungan menyambut Hari Guru Nasional 2012"

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Wikipedia).

Dapat dikatakan pula pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia.

Sesuai dengan pengertian di atas, amanat pendidikan pada dasarnya adalah mengubah sikap yang terkait erat dengan kepribadian. Pengaruh lingkungan terhadap kepribadian tidak hanya berasal dari lingkungan keluarga dan masyarakat, melainkan lingkungan sekolah ternyata ikut mengambil bagian yang cukup besar. Besarnya pengaruh pendidikan di sekolah dapat tampak pada berita Majalah TIME, 15 April 2012, melaporkan kasus berikut (yang kemudian dikenal dengan kasus KOBE).

Kobe adalah sebuah kota di Jepang yang tenang dan tradisional. Setiap pagi dan petang karyawan serta pelajar pergi dan pulang ke kantor dan ke sekolah masing-masing. Di lampu lalu lintas pengemudi melambatkan kendaraan ketika lampu kuning menyala (bukan justru mempercepatnya seperti yang sering dilakukan di Indonesia), dan seterusnya. Pokoknya tidak ada yang menyangka di tengah masyarakat yang tradisional dan disiplin itu, terpendam masalah yang cukup besar.

Tetapi pada suatu hari, tanggal 1997, ketenangan itu terusik. Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun diskors dari sekolah karena berkelahi. Untuk mengisi waktunya selama tidak ke sekolah ia menyiksa kucing-kucing dan mengumpulkan berbagai pisau. Pada suatu hari ia mengajak kawan sekolahnya yang berusia 11 tahun untuk bermain ke hutan yang sepi. Di situ kawan itu dibunuh dan setelah dipotong, kepalanya diletakkan di depan gerbang sekolah, dan mulut kepala tanpa badan itu diselipkan secarik kertas bertuliskan "ini adalah balas dendam pada sistem sekolah yang kelewat memaksa dan masyarakat yang menciptakannya". 

Dua tahun setelah kasus Kobe itu, seorang remaja membunuh anak usia 7 tahun di halaman sekolahnya, setahun kemudian seorang remaja berusia 17 tahun memukuli setiap orang yang lewat dengan pemukul baseball di sebuah pusat keramaian di Tokyo. Kasus-kasus serupa juga terjadi di Korea Selatan dan Hongkong.

Di Indonesia sendiri, salah satu kasus terkenal adalah seorang pelajar SMU di Medan bernama Rizal yang membunuh ayah, ibu, dan tiga saudara kandungnya, setelah dimarahi oleh ayahnya (seorang selamat karena sedang diluar kota). Selain diduga ada pengaruh penyalah gunaan obat, ternyata Rizal adalah anak bungsu dari keluarga yang semuanya sarjana (ayahnya dokter, kakak-kakaknya dokter atau sarjana lainnya), Rizal juga diharapkan untuk menjadi sarjana sehingga diduga bahwa Rizal menjadi tertekan karenanya.

Stess mental seperti itu, menurut laporan Majalah TIME tersebut disebabkan karena sistem pendidikan di Asia sangat mengutamakan prestasi sekolah, khususnya dalam bidang Matematika dan Ilmu Pasti (IPA) sebagai satu-satunya tolak ukur prestasi seseorang (sejak TK sampai Perguruan Tinggi).

Tidak heran setiap orang tua memacu anaknya untuk menjadi juara kelas dan setiap anak yang tidak sukses dalam pelajaran Matematika dan IPA dianggap pecundang. Dampaknya adalah bahwa banyak anak (khususnya remaja) yang putus asa, karena tidak diperhitungkan prestasinya walaupun dia berbakat dan berprestasi di bidang lain, semisal olahraga dan seni. Sehingga dapat menimbulkan sikap acuh tak acuh atau bahkan agresif kepada orang lain. Selain seperti contoh di atas, bahkan sekarang bentuk agresifitas remaja / pelajar terwujud dalam bentuk tawuran. Tak heran sekarang ditemuai face page  di  face book yang mengatas namankan "PERSATUAN TAWURAN PELAJAR INDONESIA" dengan pengikut sebesar 15.385 dan sebanyak 486 membicarakannya dalam dunia maya.

Ternyata tanpa kita sadari pendidikan ikut andil dalam carut marutnya kehidupan remaja masa kini pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Semoga dalam menyambut hari guru yang jatuh hari Minggu, 25 November 2012, tulisan sederhana ini dapat menjadi renungan kita bersama.

Selamat Memperingati Hari Guru Nasional 2012!
Dirgahayu PGRI yang ke 67!

Maju Terus Guru Indonesia...!
Maju Terus Pendidikan Indonesia...!

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Ada Apa dengan Pendidikan Sekolah-sekolah di Asia? "sebuah renungan menyambut Hari Guru Nasional 2012""

  1. Woow.....w..
    korban sistem :)

    mmg pak sangat miris pendidikan di Indonesia, Lebih memprioritaskan prestasi sekolah, anak IPA jauh lebih pntar n jauh lebih dipandang akan cepat sukses.. hahahha badahal yah TIDAK selalu tapi realitas memang menilai seperti itu pak, dan aku yang anak IPS cuma bisa ngekek :D :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau saya malah berubah haluan dari IPA ke IPS.

      Orang sekarang kadang kehilangan makna hidup yang sebenarnya. Padahal Allah selalu mengingatkan kita. Yang menjadi alat ukur atas manusia adalah Hati.

      Yang Nabi bangun adalah keimanan (hati), dengan hati ilmu baru dapat bergunan bagi hidup dan kehidupan.

      Hapus